Bangkitkan Kembali Musik Gambus Tolaki, Seorang Guru di Konawe Ajak Masyarakat Lestarikan Budaya Lokal

Radarsulawesi.com – Sarlis Amalan Irham (44) berprofesi sebagai guru di salah satu sekolah di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengajak masyarakat Sultra, khususnya suku Tolaki lestarikan budaya musik Gambus.

Menyebut Kota Kendari, Sultra maka yang tersirat dalam ingatan kita adalah budaya dan seni tradisional yang tinggi. Sampai saat ini, dari generasi ke generasi seni dan budaya kian tergerus oleh zaman. Khususnya senin musik gambus yang perlahan mulai jarang terdengar di kalangan masyarakat lokal Sultra.

Sarlis Amalan Irham, guru yang juga simpatisan seni dan budaya suku Tolaki mengungkapkan keperihatinannya kepada seni musik gambus Tolaki yang mulai ditiadakan eksistensinya. Menurutnya seni musik tersebut merupakan bagian dari kearifan lokal daerah Sultra, yang tidak bisa dipisahkan dan ditinggalkan. Justru harus dijaga dan dilestarikan oleh generasi muda.

“Harus ada kerjasama dari pihak-pihak terkait terutama dari pemerintah dan masyarakat,” Kata Sarlis Amalan, Senin (19/6/2023).

Lebih lanjut, Sarlis menyesalkan kurangnya dukungan atau apresiasi dari masyarakat lokal yang kadang masih memilih hiburan musik modern ketimbang menggunakan musik tradisional gambus walaupun hanya dalam acara-acara sederhana.

“Ini susahnya yang kami hadapi sekarang, kami disuruh gas full, tapi mereka bertepuk sebelah tangan, contohnya ada undangan-undangan meharoa, mereka lebih senang menyewa elekton dari pada mau mengundang kami kasian, biar bagaimana kita butuh juga yang namanya dana, tidak mungkin kami mau terus-terusan begini, tanpa dibantu dengan dana (bayaran), kewalan dong kami, mana sudah sedikit waktu,”ungkap Sarlis.

Sarlis juga mengungkapkan dengan kepeduliannya terhadap kelestarian musik peninggalan luhur itu, dirinya kadang harus pandai-pandai mengatur waktu untuk mengembangkan budaya musik gambus. Memimpin tim untuk latihan ia kadang harus menempuh jarak yang lumayan jauh dari tempat tinggalnya sekitar 1 kilometer lebih ke sanggar latihan.

“Nah yang begitukan butuh saweran, ya butuh dana lah kuncinya, tapi ini kami perhatikan mereka bilang ditunggu karya selanjutnya, tapi tak ada bantuan sedikit pun baik dari masyarakat maupun dari pemerintah,” Ungkap Sarlis.

Ia juga berharap masyarakat dan pemerintah bisa bersama – sama mulai memperhatikan dan peduli terhadap budaya musik gambus warisan nenek moyang, setidaknya menyediakan wadah untuk mengembangkannya.

“Harapan kami, kalau memang kami didukung untuk mempertahankan, mengembangkan kembali dan melestarikan ini budaya Tolaki ya sudah seperti itulah harus ada bantuan finansial, Mudah-mudahan mereka bisa tersentuh hatinya, ” imbaunya.

Untuk diketahui Gambus adalah alat musik petik yang seperti mandolin. Biasanya paling banyak memiliki tiga senar. Alat musik ini sebenarnya berasal dari Timur Tengah. Permulaan masuknya alat musik gambus ini ke tanah air sebenarnya karena pengaruh dari penyebaran agama Islam di beberapa daerah di Indonesia termasuk di Sultra. Alat musik ini pada perkembangannya akhirnya juga digunakan untuk melantunkan lagu-lagu atau syair tidak hanya berbahasa arab seperti aslinya, namun juga berbahasa daerah.

Dikalangan masyarakat suku Tolaki, Sultra sendiri alat musik Gambus sering digunakan diacara-acara adat, dan acara keagamaan lainnya, dengan syair yang dikemas dengan pantun berbahasa daerah untuk menghibur (Red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *