Ironi Perempuan: Terancam di Rumah Sendiri

RadarSulawesi.Com – Rasa aman adalah hak mendasar yang seharusnya dimiliki setiap manusia. Namun, kenyataan pahit seringkali berkata lain. Rumah, yang seharusnya menjadi tempat perlindungan, justru kerap menjadi lokasi terjadinya kekerasan. Data dari Kementerian PPPA mengungkap bahwa sepanjang 2024 tercatat 23.782 kasus kekerasan seksual di Indonesia, dengan 61,1% korbannya adalah perempuan dalam lingkup rumah tangga (cnnindonesia.com, 25/11/2024).

Angka-angka ini bukan hanya statistik, melainkan jeritan yang mengingatkan bahwa rasa aman bagi perempuan di negeri ini masih jauh dari kenyataan.

Panggilan untuk Mengakhiri Kekerasan terhadap Perempuan

Peringatan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) yang dilaksanakan setiap 25 November hingga 10 Desember menjadi momen dunia untuk menyerukan penghentian kekerasan terhadap perempuan. Di Indonesia, kampanye ini telah berlangsung sejak 2001 melalui inisiatif Komnas Perempuan (tempo.co, 24/11/2024). Langkah konkret juga diambil pemerintah, salah satunya dengan membentuk Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak di Bareskrim Polri (antaranews.com, 25/9/2024).

Namun, meski berbagai upaya telah dilakukan, kekerasan terhadap perempuan tak kunjung berkurang. Kasus demi kasus terus muncul, menandakan bahwa akar masalah belum tersentuh.

Menggali Akar Kekerasan terhadap Perempuan

Beragam penelitian menunjukkan bahwa penyebab kekerasan terhadap perempuan seringkali berakar pada faktor ekonomi, pendidikan, sosial-budaya, dan psikologi. Kemiskinan memicu tekanan emosional, rendahnya tingkat pendidikan menumpulkan pemahaman akan hak-hak perempuan, dan norma patriarki yang mengakar menguatkan ketimpangan gender. Semua ini diperparah oleh trauma psikis yang seringkali diderita korban sejak kecil.

Namun, masalah ini tak hanya berhenti di sana. Sistem kapitalisme sekuler menciptakan lingkungan yang semakin tidak ramah bagi perempuan. Kebijakan ekonomi yang lebih berpihak pada pemodal ketimbang rakyat kecil, seperti pencabutan subsidi, memaksa banyak keluarga hidup di bawah tekanan berat. Gaya hidup liberal juga memperburuk keadaan, merusak norma sosial dan membuka pintu bagi penyimpangan seperti perselingkuhan dan kekerasan berbasis narkoba.

Pendekatan yang Belum Mengakar

Penanganan kekerasan terhadap perempuan sejauh ini masih bersifat reaktif—hanya bergerak setelah kekerasan terjadi. Akibatnya, banyak kasus yang tidak terungkap karena korban memilih diam. Stigma sosial, rasa malu, dan ketakutan akan pelaku seringkali membuat perempuan merasa tidak punya pilihan selain bertahan dalam lingkaran kekerasan.

Islam: Solusi untuk Rasa Aman yang Hakiki

Dalam perspektif Islam, rasa aman adalah hak setiap manusia, terutama perempuan, yang mendapat perhatian khusus dalam ajaran ini. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Berbuat baiklah kepada perempuan. Sebab perempuan diciptakan dari tulang rusuk. Tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya. Jika engkau mencoba meluruskannya dengan paksa, ia akan patah. Maka perlakukanlah perempuan dengan baik” (HR. Bukhari dan Muslim).

Islam memberikan solusi yang menyeluruh untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan, dimulai dari kebijakan ekonomi hingga aturan pergaulan. Dalam sistem Islam, negara memastikan distribusi kekayaan yang adil, membuka akses kerja tanpa riba, dan menjamin kebutuhan dasar rakyat. Dengan ini, tekanan ekonomi yang menjadi salah satu pemicu kekerasan dapat diminimalkan.

Selain itu, Islam menetapkan aturan tegas dalam pergaulan. Khalwat, ikhtilat, dan perilaku bebas yang merusak hubungan sosial dilarang keras. Pendidikan keluarga dalam Islam juga menanamkan kasih sayang dan tanggung jawab di antara pasangan suami-istri, menciptakan rumah yang harmonis dan jauh dari kekerasan.

Jika terjadi pelanggaran, Islam memberlakukan sanksi yang tegas dan adil. Hukuman ini tidak hanya bertujuan memberi efek jera, tetapi juga melindungi korban dan mencegah terulangnya kekerasan.

Saatnya Bertindak Nyata

Kekerasan terhadap perempuan bukan sekadar isu yang bisa dibiarkan berlalu tanpa tindakan nyata. Sudah saatnya semua pihak, mulai dari individu hingga negara, berkomitmen untuk menghentikan rantai kekerasan ini. Islam, dengan aturannya yang sempurna, menawarkan jalan keluar untuk menciptakan rasa aman yang hakiki bagi setiap perempuan.

Ini bukan lagi tentang pilihan, tetapi tentang tanggung jawab kita untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan manusiawi.

Wallahu a’lam.

Oleh: Ratni Kartini  (Pemerhati Masalah Perempuan Perempuan)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *